Rabu, 16 September 2015

Solo backpacking Ke Malaysia Bagian 4 (enjoy the night)

Setelah sampai terminal bawah, aku langsung cari loket tiket. Aku tanya orang dimana bis ke Kuala Lumpur, dan katanya di lantai paling bawah, di luar. Dengan naik elevator aku turun ke lantai dasar. Begitu keluar, aku lihat bis nya di sebelah kiri, dan aku cari-cari dimana loket tiket. Ada loket yang di depannya ditempel iklan-iklan bis. Aku pikir itu loketnya. Ternyata ga bisa beli disitu, harus beli di konter resmi, di lantai 3. Jadi aku harus naik lagi. Ya ampun, lemas udah. Kebetulan ada rumah makan mie, akhirnya aku makan dulu, sebelum naik ke lantai 3. Setelah makan, aku langsung naik. Dan ternyata bukan aku aja belum punya tiket. Ada seorang laki-laki yang aku pikir orang India Malaysia, yang menjelaskan ke aku dan beberapa orang lagi tempat di mana beli tiket. Begitu sampai lantai 3, dia mengantar ke loket. Aku mau beli tiket untuk pukul 17.00 karena saat itu udah pukul 16.30. Tapi tiket habis, yang masih available tiket pukul  18.30 dan 19.00. Lama sekali harus nunggunya. Kalau pulang udah terlalu malam ngeri juga. Laki-laki itu menyarankan untuk ambil aja tiket pukul 18.30, yang penting udah punya tiket. Dan langsung tunggu depan bis. Karena kalau kursi belum penuh, penumpang yang dapat tiket untuk bis berikutnya tetap bisa naik.

Dan laki-laki ini terus menemaniku. Agak jengah juga terus-menerus diikuti. Ga lama sampai ke tempat menunggu bis,dan ikut mengantri dengan calon penumpang lainnya. Bis datang untuk ambil penumpang.  Yang dipersilahkan untuk naik dulu penumpang dengan tiket untuk pukul 17.00. Dan berhubung masih ada sisa seat, akhirnya aku bisa naik. Aku info temanku kalau udah di dalam bis. Jadi bisa diperkirakan sampai di terminal bis Kuala Lumpur pukul berapa. Aku dapat duduk sendiri, dan tiba-tiba aja laki-laki tadi pindah ke sampingku. Aduh..mulai menganggu. Dia mengajak ngobrol macam-macam. Mulai dari tanya asal, ke Malaysia dengan siapa, umur berapa, pekerjaan apa, sampai akhirnya minta nomor handphone dan minta foto. Aku udah mulai mau marah. Tapi aku tahu ini resikonya untuk singel female traveler. Jadi harus bisa menahan diri dan jaga diri. Aku ga mau marah atau mengucapkan kata-kata kasar, karena bisa aja dia sakit hati dan berbuat macam-macam. Jadi aku lebih banyak diam, pura-pura chatting dengan teman dan akhirnya pasang earphone sambil  terus pegang tas ku hati-hati. Takut dia mencopet sesuatu.

Kira-kira setelah hampir 1 jam, bis sampai di jalan raya, udah terlihat tanda-tanda pusat kota dengan macetnya. Saat itu memang waktunya orang-orang pulang kantor.  Bis mutar melewati depan istana. Laki-laki yang masih disebelahku ini sok jadi seorang tour guide. Menurutnya dia orang asli Bangladesh, yang udah lama tinggal di Malaysia. Udah sering juga ke Indonesia, dan katanya kenal dengan Dubes Indonesia. Dia coba menunjukkan passportnya yang menurut aku ga penting banget, karena aku memang ga mau tahu, ga peduli.
Sekitar pukul 19.00 kurang bis sampai di basement Kuala Lumpur terminal. Aku coba menghindar laki-laki yang lama-lama aku pikir gila itu. Jadi aku jalan agak lambat di belakang dia, karena dia terus menerus menengok ke belakang ke arahku. Begitu ada kesempatan, aku menghilang di keramaian.

Terminal ini besar sekali. Bagian tengah gedungnya mirip gedung airport. Dan lagi-lagi aku lihat sky train lewat. Jadi gedung ini benar-benar semacam centernya transportasi umum. Di kanan kiri ada loket-loket tiket, dan ada juga mesin penjualan tiket self service. Ramai sekali orang lalu lalang. Di tengah-tengah ada pusat informasi, aku bisa minta map kota Kuala Lumpur.

Ga tahu dimana teman-temanku ada dimana, dan mau bertemu dimana. Ternyata temanku ga lama satu muncul. Dan yang satunya juga muncul. Kita minum sebentar ke cafe donut. Lalu aku diajak naik sky train. Dengan tiket yang cuma 5 ringgit, cukup masukan uang ke mesin.

Di sepanjang perjalanan dalam sky train, bisa lihat kota Kuala Lumpur yang padat penuh dengan gedung-gedung tinggi di waktu malam. Salah satu temanku yang lain menunggu di Mall
Aku yang belum mandi, dengan pakaian ala backpacker yang penuh keringat, lengket dll. Untungnya aku bawa dress hitam berbahan kaos yang ga gampang lecek. Jadi dress yang aku gulung di dalam plastik itu aku pakai. Ganti hanya di toilet mall. Cuci muka, mengelap badan dengan tissue basah dan pakai splas cologne, plus make up. Dari dalam backpack aku keluarkan tas kecil warna hitam bunga-bunga hijau tua dari bahan tipis yang lagi-lagi bisa digulung. Dan..jadilah untuk acara makan malam. Walaupun tanpa high heels.

Acara makan malam yang berupa reuni pun sukses. Baru pukul 9.30 malam. Jadi, berhubung malam masih panjang dan kita masih kangen satu sama lain, maka acara di lanjutkan ke Bukit Bintang. Bukit Bintang itu pusat hiburan dengan cafe, restoran, bar dan tempat perbelanjaan yang ramai. Kuta-nya Kuala Lumpur. Sebelum sampai area Bukit Bintang, kita melewati yang menurut orang lokal itu disebut dengan Kampung Arab. Banyak orang-orang Arab yang nongkrong di cafe, duduk di pinggir jalan, buka bisnis toko kelontong. Ga jauh bedalah dengan Kampung Arab nya Puncak, hanya aja yang satu ini di tengah-tengah kota yang padat, banyak proyek pembangungan gedung dan jalan.


Kami pun menuju cafe bernuansa Latin. Cafe yang benar-benar menyajikan suasana Colombia. Dan kami menikmati sambil mengingat-ingat semua hal-hal indah dan lucu di Colombia. 

Solo Backpacking ke Malaysia Bagian 3 (Trip Malaka - Genting Highland - Kuala Lumpur)

Bangun entah pukul berapa, ga ada orang yang bisa ditanya dan ga jam yang bisa di lihat. Karena stay di kamar bagian belakang yang ga berjendela, akhirnya kalap keluar kamar terburu-buru untuk mandi. Terbayang ketinggalan bis, ga akan ada kesempatan untuk ke Genting Highland. Karena itu bis satu-satunya. Masuk kamar mandi, ada jendela kecil di atas yang terbuka, ternyata masih subuh, mungkin sekitar pukul 5.00-5.30. Langsung berwudhu, dan keluar kamar mandi, turun ke lantai 2, bagian receptionis. Jendela di ruang itu cukup besar. Dan ternyata..tepat..jalanan masih sepi. Artinya aku tidur ga tenang, atau memang tidur terlalu cepat, kalau ga salah pukul 21.00

Setelah sholat, mandi dan beres-beres. Ingin cepat-cepat keluar homestay. Karena harus cari tempat untuk charge smartphone. Setidaknya harus cari penjual alat-alat listrik. Sekitar pukul 7 kurang, telepon di receptionist berdering. Karena ga ada orang lain lagi, aku lah yang menjawab. Ternyata si pemilik homestay. Dia minta aku menemui receptionis homestay lain di deretan belakang dari gedung homestay tempat aku stay. Diinfo nama homestaynya dan bertemu dengan siapa.  Dia minta aku untuk mengambil uang sisa pembayaran sewa kamar. Iiih..benar-benar homestay yang aneh.

Begitu sampai pintu sebelum keluar, aku harus pastikan semua ga ada yang tertinggal, karena akan susah lagi masuk ke dalam. Lalu aku langsung berjalan mengelilingi ruko ini ke arah belakang, sambil nengok kanan kiri, cari warung makanan yang udah buka. Karena aku lapar sangat. Dan juga mencari toko penjual plug in listik. Ternyata belum ada yang buka. Dan aku terus menerus memikirkan bis ke Genting. Homestay yang aku cari ga susah ditemukan. Setelah dapat uangnya dan langsung lari ke jalan raya. Menurut si receptionist, di terminal Malaka Sentral pasti ada yang jual. Aku menunggu bis di seberang ruko, di depan Taming Sari Tower. Berdiri disitu pukul 8 pagi rasanya koq panas banget ya. Ada seorang secuirty staff yang mendekati dan mengajak ngobrol. Dia tahu dan ga kaget aku jawab asal ku dari Jakarta. Karena menurutnya, hampir tiap weekend, Malaka penuh dengan pelancong asal Indonesia. “Berapa orang melancong? Satu orang?”..sendiri maksud dia, sesuai bahasa Melayu..”Iya, satu orang”, jawabku. “Wah, tak takut? Ada kawan lain duduk sini?”..maksudnya ada teman di sini. “Iya, ada beberapa kawan di Kuala Lumpur, saya nak jumpa mereka selepas ini”.

Setelah menunggu lebih dari setengah jam, aku mulai kalap. Ini ga ada satu pun bis yang lewat. Bapak itu pun menyarankan untuk naik taksi aja, karena menurutnya pagi-pagi memang bis Panorama warna merah itu lama sekali lewatnya. Setelah tawar-menawar, jadilah kena charge 35 ringgit. Mahal memang, tapi mau bagaimana lagi. Cukup cepat bisa sampai terminal, hanya 15 menit. Begitu sampai, langsung ke konter penjualan tiket. Yang penting dapat tiket dulu. Harga tiket 40 ringgit, perjalanan 4 jam. Lama juga ya. Harus cari makan dulu sebelum jalan. Ga lama aku lihat ada rumah makan masakan Indonesia ala prasmanan. Setelah pilih makanan dan pesan jeruk panas, aku bayar. Berhubung jeruk panas baru mau dibikin, sambil nunggu aku harus cari penjual plug in listrik. Untunglah langsung ketemu tokonya. Harga 8 ringgit. Dan kembali ke warung makan, jleb..langsung aku menumpang charge. Ga sempat charga lama-lama, cuma sekitar 40 menit. Harus kembali lagi ke konter tiket bis. Udah pukul 9.45. Ternyata bis belum siap. Sambil menunggu dipanggil, mau melanjutkan charge, ternyata ga ada tempat charge yang tersedia.
Mau ga  mau smartphone ku tetap ga bisa menyala. Khawatir dan bingung bagaimana menghubungi teman-temanku, aku tanya ke konter, apa di dalam bis disediakan tempat untuk chare di cabin di atas seat penumpang, ternyata ga ada. Tapi bisa menumpang charge ke supir bis. Begitu bis jalan, langsung aku minta ijin untuk charge smartphone ku sebelum didahului penumpang lain.

Semua seat bis hampir terisi, hanya beberapa bangku di bagian belakang yang sisa. Seating nya luas. Tiap penumpang duduk sesuai nomor seat di tiket. Jadi aku ga bisa duduk di depan untuk mengawasi smartphone. Sekitar 2 jam perjalanan bis berhenti, bukan di rest area semacam di pulau Jawa, tapi hanya di toilet umum di pinggir jalan raya yang besarnya mirip jalan tol Jagorawi. Cuma berhenti selama 15 menit. Perjalanan lanjut menuju Genting Highland. Jalan mulai mendaki. Mulai banyak pohon rindang di kanan kiri jalan. Tapi gambaran jalur menuju Genting bukan seperti puncak di  Bogor, walaupun pohon banyak, tapi vegetasinya masih lebih lebat di puncak. Jalur ke Genting itu cenderung sepi. Ga ada toko-toko, restoran dan lain-lainnya di sepanjang jalan. Hiburanku yang paling utama adalah membaca rambu-rambu lalu lintas atau tanda –tanda tempat, yang kalau dibaca dan dipahami oleh orang Indonesia jadi lucu kedengarannya.
Dalam perjalanan aku melihat beberapa resort area yang kalau dari jalan raya ga terlihat, hanya gerbang dan tandanya aja. Lalu ada proyek pembangunan gedung.  
Lalu, begitu terlihat sebuah gedung yang besar, aku perkirakan itu yang namanya World Resort Hotel Genting Highland. Tapi aku sedikit bingung juga, karena ada hotel lain juga disana. Entah yang mana yang benar. Ga lama cable car mulai terlihat. Ada beberapa orang turun di tempat pemberhentian ini. Tapi katanya ini bukan tempat pemberhentian terakhir. Jadi aku putuskan untuk lanjut lagi. Dan sampailah di tempat pemberhentian terakhir yang mirip dengan tempat parkir bis besar. Banyak bis-bis berjejer disini. Aku bingung ini dimana. Aku tanya orang, ternyata tempat pemberhentian ke Cable Car itu di tempat yang sebelumnya. Harusnya aku turun disitu. Jadi aku harus ke World Resort Hotel. Aku tanya juga bis menuju ke Kuala Lumpur, karena ada beberapa loket tiket bis. Ternyata ga ada bis ke Kuala Lumpur dari situ. Jadi aku harus naik Cable Car untuk turun dulu, baru bisa dapat bis ke Kuala Lumpur. Tambah bingung lagi aku, turun kemana. Jadi aku ikuti orang-orang aja yang mau ke World Resort Hotel. Ada bis shuttle gratis.


Perjalanan dengan Shuttle bis cuma 10 menit. Dan kita tiba di lantai dasar yang di depan pintu masuk Mall atau Hotel ini. Begitu masuk aku tanya petugas dimana bisa naik Cable Car. Aku disuruh untuk lain terus ke lantai 5. Haaa..jauhnya. Kenapa malah harus naik? Padahal aku mau turun. Naik, dan naik terus escalator sambil cuci mata. Mampir ke kedai teh Cina. Lalu ke toko roti yang penuh. Setelah terus menerus tanya petugas, dan terakhir adalah security di depan Casino, melewati bioskop, akhirnya sampai di loket tiket Cable Car. Letaknya di tengah-tengah ruang dalam mall. Aku tanpa tanya beli tiket round trip alias bolak-balok, harga 12 ringgit. Aku naik, melewati perbukitan yang merupakan hutan lebat. Tapi udara ga terlalu dingin, hanyak sejuk aja. Oh iya, sejuk itu untuk orang Malaysia artinya dingin loh. Setelah sampai di terminal satunya, petugas cek tiket, jadi aku dibalikan lagi ke terminal awal. Begitu sampai terminal awal aku tanya, dimana tempat naik bis ke Kuala Lumpur. Ternyata aku harus turun ke terminal di bawah,  jadi aku harus beli tiket lagi untuk turun. Astaga, jadi maksudnya petugas tadi kalau naik bis ke Kuala Lumpur harus turun itu maksudnya di terminal Cable Car yang bawah.  Jadilah aku beli tiket lagi, tapi one way.

Solo Backpacking Ke Malaysia Bagian 2 (Explore Kota Malaka)

bis-wisata-taming-sari-malaka
Bis pariwisata Malaka yang menaikkan dan menurunkan penumpang di depan persis Taming Sari
Setelah mandi dan sholat, aku keluar untuk cari makan. Saat itu sudah pukul 14.00, perut udah lapar berat, karena udah waktunya makan siang. Sekalian explore Malaka. Cuaca panas memang, tapi tujuan utama kan memang ingin jalan-jalan. Jadi dengan bermodal topi, tanpa sunblock, berhubung kuota benda cair yang 100 ml untuk masuk cabin udah diambil oleh sampo dan splash cologne, aku tetap memaksakan diri keluar. 

menara-taming-sari-malaka-malaysia
Taming Sari Tower dengan salah satu moda wisata yang ditawarkan
taming-sari-tower-bagian-dalam-malaka
Taming Sari Tower dari dekat

Karena objek yang paling dekat dari homestay, tinggal menyeberang jalan adalah Taming Sari Tower, maka aku putuskan untuk naik dulu. Taming Sari Tower ini berupa menara  setinggi 80 m dengan tempat duduk berkaca, dan membawa pengunjung naik berputar sampai ke atas. Harga tiket 20 ringgit untuk dewasa dan 10 ringgit. Dari atas menara kita bisa melihat kota Melaka yang berupa kota pinggir pantai dengan laut udah terlihat jelas dari segala sisi karena berputar 360 derajat. Berputar dengan pelan sehingga kita ga merasa pusing. Dan sayangnya benar-benar terlihat panas karena penghijauan kurang. Tampilan kota dagang dan industri. Namun bersih dan teratur.
pemandangan-kota-malaka-dari-atas

Di sebelah Taming Sari Tower, ada konter penjual souvenir dan tempat foto. Sebelum masuk ke jalur menuju pintu masuk menara kita akan difoto. Terserah kita mau beli foto tersebut atau ga, ga ada paksaan.
Dari Taming Sari Tower aku lanjutkan jalan kaki menuju area komplek Stadhuys dan Christ Church Kota Malaka. Ga jauh, mungkin hanya sekitar 350-400 m, seperti yang aku lihat tadi dari dalam bis. Di sepanjang jalan ada 2 objek yang menarik untuk dilihat, sebuah monumen berupa perahu kayu yang ternyata museum
maritim.
Museum Maritim

Pusat oleh-oleh di seberang Museum Maritim
Dan sebuah gedung tua yang sebagian terbuat dari kayu di sisi kiri, tipikal gedung bergaya kolonial jaman dulu berwarna  coklat tua, yang merupakan gedung museum departmen bea cukai. Dan di sebelah kanan ada gedung tua departmen lain yang berwarna abu-bau Keduanya berada di pinggir sungai. Aku ga masuk ke dalam museum karena ingin melihat ke komplek sekitar Stadhuys dan ingin mencari makan dulu. Walaupun di samping kanan komplek ruko ada komplek pertokoan kecil yang berupa warung-warung makanan dan toko souvenir, aku lebih memilih ke Jongker Street yang terkenal itu. Aku jalan berputar meninggalkan jalan utama, melewati pedistrian sepanjang sungai, area di belakang gedung deparment pemerintahan abu-abu tersebut. Lewat sepanjang sungai, aku melihat beberapa bangunan hotel di sisi seberang. Lanjut terus, dan sampai dekat jembatan, ada sebuah kincir atau pintu air besar. Lalu aku menyebrang jalan.
museum-department-custom-malaka
Museum Department Bea Cukai



sisi-sungai-malaka
Pedistrian di area belakang museum departmen bea cukai

hotel-bintang-lima-malaka
Hotel Casa del Rion, salah satu hotel 5* di Malaka
Begitu sampai di depan Stadhuys dan Christ Church Malaka yang berada di sisi kanan, mataku malah tertuju ke penjual dengan konternya disebarang jalan yang berada pinggir sungai. Foto-foto sebentar, melihat deretan penjual souvenir, dan becak-becak berhiasa, langsung menyebrang. Ternyata 2 konter ini menjual minuman berbagai jenis, seperti es kacang merah, es jagung dan lainnya. Aku pesan satu es kacang merah. Harga per mangkok cuma 6,5 ringgit. Di daftar mnimuman, memang harga berkisar 5,5 – 7 ringgit.
stadhuys-kota-tua-malaka
Stadhuys di sisi kanan

st-patrick-kota-malaka
Christ Chruch Kota Malaka di tengah

kedai-es-kota-malaka
Menikmati es kacang merah di kedai

kincir-pintau-air-malaka
Pintu Air sungai Malaka

Bus Shelter
Ga lama duduk menikmati minuman, berlanjut ke arah kanan, melewati jembatan menyebrang sungai. Pas tepat sisi jalan setelah menyebrang jembatan (di sisi kiri sungai) ada Hard Rock Cafe.  Lanjut menyusuri jalan Jongker yang unik, penuh dengan warung-warung makanan bergaya peranakan Cina, toko-toko baju, souvenir, hostel, homestay. Mirip jalanan di sekitar Legian, namun dengan nuansa yang beda. Setelah berjalan jauh, hampir sampai ke ujung, keluar masuk cafe dan restoran kecil melihat-lihat menu, maka diputuskan makan di sebuah rumah makan bergaya Cina jaman dulu yang menjual berbagai macam mie dan bakso. Harga semangkok mie bakso ikan 7,5 ringgit.

jongker-street-malaka
Jongker Street menghadap Stadhuys melewati jembata. Tepat di sebelah kiri jalan adalah Hard Rock Cafe
gerbang-jongker-street-kota-tua-malaka
Gerbang Jongker Street

Deretan pertokoan

Deretan pertokoan dan rumah makan

deretan-cafe-jongker-street-malaka
Restoran yang menyediakan Wine dan makanan Eropa lainnya,
Setelah makan mie bakso ikan, lanjut explore Jongker Street. Masuk ke sebuah area yang bernuansa taman Cina, dengan sebuah patung Mr Malaka di tengahnya. Tamannya ga besar. Jadi ga berlama-lama disitu. Lanjut keluar masuk gang-gang, belok kanan kiri. Sampai di sisi sungai lagi, yang pas di seberang tempat tadi aku makan es kacang merah. Di samping Hard Rock Cafe. Melihat perahu river cruise lewat, jadi tertarik untuk naik. Ternyata ga bisa naik sembarangan, harus ke loket dulu untuk beli tiket.


jonker-wall-monument-malaka
Taman Warisan Dunia Jonker Walk
jonker-walk-monument

monument-mister-malaka




Lanjut keluar masuk gang-gang, belok kanan kiri. Sampai di sisi sungai lagi, yang pas di seberang tempat tadi aku makan es kacang merah. Di samping Hard Rock Cafe. Melihat perahu river cruise lewat, jadi tertarik untuk naik. Ternyata ga bisa naik sembarangan, harus ke loket dulu untuk beli tiket.
river-cruise-sungai-malaka
River Cruise
jalan-pinggir-sungai-malaka
Pedistrian Sungai Malaka
malaka-river-bridget-malayasia
Jembatan Sungai Malaka antara Jonker Street dan Stadhuys. Di sisi kiri Hard Rock Cafe
Dan tempat naik dan turun pun ga berjauhan dari loket. Letak loket itu pas dibelakang gedung tua berwarna coklat tua yang yang artinya tepat di belakang Museum Maritim. Saat itu udah pukul 5 sore. Jalan kaki ga panas, jadi ga ada yang menahan aku untuk ga jalan kaki ke loket. Harga tiket 15 ringgit, untuk perjalanan sekitar 45 menit. Sepanjang perjalanan bisa melihat tata kota Malaka yang indah, dengan kanan kiri sungai banyak terdapat cafe atau restauran di mana pengunjung bisa duduk untuk makan di pinggirnya, ada hotel juga, ada sebuah desa traditional yang masih dirawat dan juga beberapa gedung tinggi.  Karena menjelang matahari tenggelam, lampu-lampu mulai dinyalakan, menambah suasana romantis kota Malaka.
museum-cheng-ho-malaka
Museum Cheng Ho di samping kiri Hard Rock Cafe
Dermaga River Cruise, tenda biru pintu keberangkatan di ujung dan dermaga kedatangan disebelah sini

Menyusuri sungai menjelang malam
Kembali ke homestay udah pukul 19.30. Ketika mau masuk, pintu terkunci, di-bell ga ada yang menjawab. Akhirnya aku telepon ke nomor homestay. Yang menerima telepon sedang berada di homestay yang lain di sekitar ruko itu juga. Tapi ga tahu yang mana. Dan ternyata ga ada seorang pun di reception. Aku hanya diinfo nomor kode yang harus ditekan untuk bisa masuk. Masing-masing tamu yang menginap dapat nomor kode pintu yang berbeda. Jadi aku harus mengingat nomor kode ku.

Begitu masuk kamar dan selesai mandi, aku baru sadar smartphone ku habis batterai nya. Power Bank rusak, dan ga bisa charge melalui plug in listrik, karena aku lupa bawa plug in dengan 2 lobang, sedangkan charger smartphone ku dengan 3 stick. Walhasil ga bisa berhubungan dengan teman-teman, dan sialnya ga ada siapapun di dalam homestay. Sepi total, cuma aku sendiri. Sepertinya rombongan backpacker asal Jerman yang check out tadi siang adalah tamu terakhir selain aku. Mau keluar homestay untuk cari penjual plug in dengan 2 stick, aku lupa nomor kode pintu. Jadilah merana sendirian dalam homestay ruko semalaman. Tanpa tv, tanpa internet, tanpa AC, hanya ada fan. Sambil meratap duduk sendirian di sofa ruang reception, aku menatap keluar jendela yang mengarah ke jalanan dan Taming Sari Tower. Malaka bena-benar kota kecil atau karena aku datang di hari kerja, karena suasananya begitu sepi. Akhirnya kembali ke kamar ga berjendela. Berharap ga bangun kesiangan karena harus mengejar bis ke Genting Highland. 

Solo backpacking ke Malaysia Bagian 1 (Airport KLCC 2 - Malaka)

Trip backpack sendirian ke Malaka, Genting Highland dan Kuala Lumpur

Kenapa memutuskan untuk backpacking sendirian? Hhhhmm...pasti kedengarannya agak sedikit menakutkan dan membingukan, kan? Bete ga ada teman, ga ada yang bisa diajak ngobrol selama perjalanan, ga ada yang bisa dimintai tolong untuk moto..dan yang paling utama...kalau kita nyasar..siapa yang bisa bantu? Kita sendirian, di tempat asing, ga mengerti apapun. Bagaimana kalau ada orang yang berniat jahat? Pasti pikiran-pikiran negatif seperti itu muncul di kepala. Kalau ga, bogong banget ya..hehehhe...
Sebetulnya, bakcpacking sendirian itu ga serem-serem banget koq. Dan yang jelas ada keuntungannya juga. Kenapa? Karena dengan backpack sendirian, kita belajar mandiri, ga perlu ada perdebatan dengan teman seperjalanan, dan bisa menentukan sendiri kapan mau pergi. Karena kalau pergi berkelompok, belum tentu teman-teman kita bisa punya waktu luang yang berbarengan. Kadang untuk menentukan kapan perginya pun udah membuat perdebatan sendiri.

Kalau memutuskan  backpack sendirian, untuk seorang perempuan seperti aku,  apalagi ke luar negeri..jangan pernah takut dan khawatir. Yang paling utama adalah cari info sebanyak-banyaknya dan detail. Pastikan durasi perjalanannya. Misalkan 3 hari termasuk keberangkatan dan kepulangan dengan pesawat terbang. Dan setelah itu tentukan destinasinya yang bisa dituju dalam 3 hari tersebut. Dan cek perlengkapan dan perlatan apa saja yang harus dibawa. Juga bagaimana koneksi intenet disana.
Sebagai permulaan atau newbie di dunia backpacking ke luar negeri, khususnya untuk perempuan, cobalah ke negara terdekat dulu, yang hambatan dalam komunikasi dengan orang lokal sedikit. Karena jika bahasa lokal tidak dikuasai, khususnya di negara-negara yang penduduknya banyak yang ga bisa berbahasa Inggris dengan baik, maka dapat dipastikan akan menimbulkan masalah.

Malaysia adalah destinasi yang baik untuk memulai mencoba backpacking sendirian. Dengan alasan, biaya cukup murah, pastinya terjangkau untuk bisa nabung sedikit-sedikit. Plus orang-orang Malaysia berbicara bahasa Melayu, yang pastinya dimengerti oleh orang Indonesia, apalagi kalau bahasa Inggris kita kurang lancar.

Jadi, trip backpacking aku kali ini ke Malaysia bukan hanya sekedar ingin jalan-jalan ke Malaysia. Memang iya itu alasan utama, karena ga menemukan teman jalan yang pas, alias semua teman-teman ga punya waktu liburan yang pas. Tapi karena alasan lain, yaitu karena aku kangen dengan teman-teman Malaysia ku yang dulu belajar bersama di Colombia. Jadi, sebetulnya ini ga sepenuhnya backpack sendirian.karena ada beberapa teman yang aku temui dan mengajak jalan berkeliling. Tapi hanya selama di Kuala Lumpur. Sedangkan sepanjang perjalanan ke Malaka dan Genting Highland, aku tetap lakukan sendirian.

Trip backpacking kali ini cuma aku lakukan dalam 3 hari, udah termasuk penerbangan Jakarta – Kuala Lumpur –Jakarta. Dengan itinerary :
Hr 1 Penerbangan Jakarta – Kuala Lumpur. Tiba di Kuala Lumpur langsung ke Malaka naik bisa, Malaka city tour, stay di Malaka 1 malam;
Hr 2 Malaka – Genting Highland dengan bis, Genting Highland Tour, lanjut menuju Kuala Lumpur naik bis;
Hr3 Kuala Lumpur tour dengan diantar oleh teman, langsung menuju kembali ke airport. Penerbangan kembali ke Jakarta pukul 22.00. Dengan estimasi pukul 20.00 atau 20.30 waktu setempat udah harus tiba di counter check in. Penerbangan International mengharuskan penumpang untuk melakukan check in paling lambat 1,5 jam sebelum take off.

Aku naik Air Asia penerbangan paling awal menuju kuala lumpur. Take off tepat jalam 07.00 pagi. Dahsyat ya. Karena penerbangan itu paling awal jadi bisa tiba di Kuala Lumpur masih pagi. Dan pastinya karena penerbangan pagi sekali harga lebih murah dibanding penerbangan dengan jam normal. Penerbangan jam 07.00 ini mungkin dianggap seseorang ga normal, karena kita harus bangun pukul 3.30-04.00 pagi. Paling lambat pukul 05.30 sudah tiba di counter check in airport. Perjalanan dari pusat kota Jakarta tempat aku tinggal bisa makan waktu 30-40 menit, karena waktu subuh lalu lintas belum padat, ga ada macet pasti.
Karena aku benar-benar mencoba sehemat mungkin, dengan naik Air Asia tanpa bagasi, cuma order makanan dan minum aja...jadi harus diatur seminimal mungkin bawa benda-benda cair ke dalam cabin. Maksimal hanya 100 ml. Untuk masalah ini, bisa diatur sendiri. Coba cari shampoo sachet dan splash cologne yang ukuran 30 ml. Selebihnya ga ada benda cair yang dibawa. Kalau ingin bawa krim kulit, coba bawa yang dalam bentuk krim. Karena ukuran krim dihitung dalam gram, dan begitu juga pasta gigi. Aku hanya memakai backpack sedang, bukan besar seperti orang mau naik gunung. Dan kalau pandai mengatur barang-barang yang harus dibawa apa aja, pasti cukup.

Setelah terbang selama 2 jam, tibalah di airport KLCC 2 (KLCC 1 hanya untuk penerbangan international dengan airline mahal, seperti Garuda Indonesia, Malaysia Airline dll) pukul 09.00 atau pukul 10.00 waktu setempat. KLCC utamanya untuk semua penerbangan dari Air Asia. Ga perlu lama untuk bisa keluar dari airpot karena ga perlu menunggu bagasi, langsung menuju ke supermarket.


klcc-air-asia-kuala-lumpur

klcc2-air-asia-kuala-lumpur2
Air Asia menguasai KLCC2
Perjalanan dengan bis menuju Malaka memakan waktu selama 2 jam. Jadi perlu menyiapkan makanan dan minuman dalam perjalanan. Begitu keluar dari area kedatangan dan belanja sedikit, langsung mencari tempat bis-bis menunggu penumpang. Setelah bertanya ke bagian informasi, aku turun 2 lantai dengan escalator. Ruang di tengah airport ini sangat besar. Satu lantai ke bawah kita bisa lihat kereta express yang menuju ke tengah kota Kuala Lumpur. Perjalanan dengan menggunakan kereta express ini makan waktu 45 menit menuju pusat kota.
Di lantai paling dasar, aku masih harus bertanya lagi tempat di mana bis menunggu. Ternyata aku harus ke luar melewati pintu. Di sini lah, tepat di depan pintu kaca bis-bis ke berbagai jurusan berhenti dan menunggu penumpang.  Ada beberapa nomor jalur tempat bis-bis parkir. Awalnya aku bingung bis mana yang ke Malaka. Akhirnya bertanya ke seseorang yang sedang berdiri menunggu bis juga. Dia sarankan untuk tanya ke konter bis-bis di dalam. Pas di bagian dalam dari pintu kaca. Ternyata tiket bis bisa dibeli di konter ini. Aku udah beli awal secara online, dan ternyata malah lebih mahal. Padahal antisipasi supaya ga kehabisan seat. Beli secara online sekitar 30 ringgit. Dan beli langsung 20-an  ringgit.
Setelah diinfo di platform atau jalur nomor berapa bis ke Melaka berhenti, aku kembali lagi keluar. 15 menit kemudian bis datang. Yang menunggu bis denganku saat itu ada seorang bapak yang aku pikir orang asli Malaysia yang banyak kasih informasi tentang Malaka, karena logat bicaranya melayu sekali. Ternyata dia orang asli Surabaya, dan udah tinggal di Malaka selama 15 tahun.  Bis ga nunggu lama, cuma sekitar 15 menit. Dan jumlah penumpang total cuma 4 orang. Wiiih, sedikit sekali. Jadi info bisa kehabisan seat itu bohong ya.
klcc2-pelayanan-bis2
Pintu masuk menuju gedung airport dari area tunggu bis

klcc2-pelayanan-bis-malaysia
Deretan bis di KLCC2 dengan rute yang berbeda-beda
Begitu keluar dari area airport, terasa sekali udara di Kuala Lumpur dan sekitarnya ini panas dan kering. Sepertinya jenis tanah di Kuala Lumpur ini berbeda dengan jenis tanah di pulau Jawa. Tanahnya cenderung kering dan berwarna coklat muda. Memang cocok untuk perkebunan kelapa sawit. Dan sepanjang jalan yang mirip jalan tol, sepi dan mulus, yang dilihat kanan kiri memang hanya perkebunan kelapa sawit. Sejak masih di dalam pesawat ketika mendekati runway memang udah terlihat betapa kering tanahnya. Dan ada beberapa proyek pembangunan jalan atau perumahan.

Begitu mulai memasuki area perkotaan dengan mulai banyaknya toko-toko, jalan-jalan khas dalam kota, terlihat beberapa plang arah jalan. Kota yang paling jelas terlihat dan diingat adalah Proton City.  Tapi sepertinya kota nya ga terlalu besar. Dan ga lama sekitar 30 menit kemudian mulai mendekati tujuan akhir, yaitu terminal bis Melaka Sentral. Terminal bis yang cukup ramai, besar. Tapi jalanan di sekitar terminal ini ga terlihat macet seperti halnya kota-kota di Jakarta. Padahal Malaka ini kota bisnis dan ekonomi yang udah aktif sejak ratusan tahun lalu.
jalan-raya-kota-malaka
Jalan Raya Sekitar Terminal Malaka

terminal-malaka-sentral-malayasia
Terminal Malaka Sentral tampak depan

Begitu turun, aku perhatikan memang di bagian kedatangan dan keberangkatan terpisah. Terminal ini penuh juga dengan toko-toko roti, handphone, simcard dan rumah makanan dan lain-lain. Bapak asal Surabaya tadi menyarankan untuk beli simcard di terminal ini aja. Harga lebih murah dibanding pusat kota Malaka, dan lebih aman untuk punya nomor lokal begitu baru sampai di Malaka. Aku pikir benar juga, karena harus menghubungi teman-teman dan menelpon homestay yang kamarnya aku udah booking.
Selesai dengan urusan simcard dan disetting paket internet oleh si penjual, yang cukup terjangkau, 10 ringgit untuk kartu baru, dan 10 ringgit untuk paket internet selama 3 hari. Walaupun tenggat waktu 1 minggu. Bapak itu tanya, mau naik taxi atau bis ke pusat kota Malaka. Bapak itu tinggal ga jauh dari terminal jadi ga tahu bis yang mana ke arah pusat kota Malaka. Ternyata ongkos dengan taxi di Malaka tanpa argo. Dan supir minta ongkos 40 ringgit. Awwwhh..mahal sekali. Skitar Rp 140.000 untuk perjalanan yang katanya cukup jauh. Padahal menurut informasi ga terlalu jauh juga. Akhirnya aku putuskan naik bis aja. Bapak tersebut ga bisa antar, jadi aku harus cari informasi sendiri. Setelah tanya beberapa orang, bis yang menuju pusat kota Malaka, aku harus nunggu di bagian sisi luar. Tunggu di platform atau jalur dengan nomor tertentu. Cukup lama menunggu, dengan cuaca yang panas, walaupun area dimana aku duduk beratap, tapi tanpa AC. Bis semua berwarna merah. Masing-masing platform punya tujuan berbeda-beda. Bis yang aku tunggu datang. Ternyata ga bisa langsung naik. Supirnya mau istirahat makan siang dulu. Baru sekitar 30 menit kemudian supir datang dan pintu bis dibuka. Semua penumpang berdiri berbaris untuk naik ke dalam bis. Begitu naik kita harus membayar ongkos bis ke supir, kalau ga ada uang pas, supir akan berikan kembalian. Ongkos bis cuma 6 ringgit. Jauh sekali bedanya dengan ongkos taxi tadi. Untunglah ga jadi naik.
jalur-17-bis-jurusan-malaka-square
Platfrom (jalur) no 17 bis ke Dataran Pahlawan

bis-panorama-ke-malaka-merdeka-square
Bis nomor 17 sebelum berangkat
Bis cukup nyaman, dan sepertinya ga ada penumpang yang berdiri. Perjalanan sekitar 30 menit menuju pusat kota. Terlihat betapa bersihnya dan teraturnya kota Malaka. Benar-benar tipikal kota modern, dan ketika memasuki pusat kota tuanya terlihat tipikal kota bergaya portugis bernuansa  pesisir dengan influence budaya Chinese. Homestay ku terletak di area Dataran Pahlawan. 

area-sekitar-terminal-malaka-sentral-malaysia
Keluar dari sisi lain terminal Malaka Sentral
jalan-raya-kota-malaka-malaysia
Perjalanan menuju kota tua Malaka
Aku ga tahu dimana itu letaknya Dataran Pahlawan. Begitu bis berhenti di depan persis komplek Stadhuys yang kanan kirinya semua serba merah bata, aku hampir turun disitu. Tapi dicegah oleh seseorang yang duduk di depanku. Katanya Dataran Pahlawan itu pemberhentian selanjutnya. Akhirnya aku kembali duduk dan baru turun di pemberhentian selanjutnya. Bis berhenti di seberang komplek ruko. Dan aku tetap duduk diam, menunggu bis berhenti di pemberhentian berikutnya lagi yang hanya sekitar 200 meter, yaitu di depan Mall Malaka. Bis berhenti pas di depan Mall Malaka. Begitu turun langsung menyebrang. Dan ternyata masih harus jalan ke arah kanan, karena tanya orang-orang ga ada yang tahu dimana letak homestay ku. Homestay itu letaknya di komple Plaza Mahkota. Hanya bermodal alamat, seseorang memberi info kalau alamat ini adalah area ruko,yang ternyata di seberang tempat pemberhentian bis sebelumnya. Berkeliling komplek ruko lah aku dari depan, ke bagian tengah, bagian belakang, akhirnya kembali ke bagian depan. Dan...akhirnya ketemu juga. Homestay ini benar-benar sebuah ruko. Dan letaknya di deretan paling depan. Persis di depan jalan raya. Dan ruko itu udah aku lewati juga sebelumnya. Pintu kaca terkunci, harus menekan bell. Setelah ada jawaban dari dalam baru pintu secara otomatis terbuka.
mall-malaka-dataran-pahlawan
Jalan raya Dataran Pahlawan dengan Mall Malaka di ujung

mall-malaka-dataran-pahlawan
Gerbang Plaza Mahkota dengan background Mall Malaka

pusat-jajanan-plaza-mahkota-dataran-pahlawan-malaka
Pusat jajanan dan souvenir khas Malaka di Plaza Mahkota

komplek-pertokoan-plaza-mahkota-malaka
Komplek ruko Plaza Mahkota
Aku book kamar sharing, walaupun aku sendirian. Dengan harapan bisa mendapat teman sekamar. Dan ternyata ga ada juga teman sekamar. Harga sewa kamar sharing hanya 20 ringgit atau sekitar Rp 65.000. Dengan fasilitas kamar mandi di luar dengan air hangat, dan bisa ambil minum atau masak di dapur lantai satu. Kamarku terletak di lantai 3. Aku diberikan kunci kamar sesuai nomor kamar.