Bangun entah pukul berapa, ga ada orang yang bisa ditanya
dan ga jam yang bisa di lihat. Karena stay di kamar bagian belakang yang ga
berjendela, akhirnya kalap keluar kamar terburu-buru untuk mandi. Terbayang
ketinggalan bis, ga akan ada kesempatan untuk ke Genting Highland. Karena itu
bis satu-satunya. Masuk kamar mandi, ada jendela kecil di atas yang terbuka,
ternyata masih subuh, mungkin sekitar pukul 5.00-5.30. Langsung berwudhu, dan
keluar kamar mandi, turun ke lantai 2, bagian receptionis. Jendela di ruang itu
cukup besar. Dan ternyata..tepat..jalanan masih sepi. Artinya aku tidur ga
tenang, atau memang tidur terlalu cepat, kalau ga salah pukul 21.00
Setelah sholat, mandi dan beres-beres. Ingin cepat-cepat
keluar homestay. Karena harus cari tempat untuk charge smartphone. Setidaknya
harus cari penjual alat-alat listrik. Sekitar pukul 7 kurang, telepon di
receptionist berdering. Karena ga ada orang lain lagi, aku lah yang menjawab.
Ternyata si pemilik homestay. Dia minta aku menemui receptionis homestay lain
di deretan belakang dari gedung homestay tempat aku stay. Diinfo nama
homestaynya dan bertemu dengan siapa.
Dia minta aku untuk mengambil uang sisa pembayaran sewa kamar.
Iiih..benar-benar homestay yang aneh.
Begitu sampai pintu sebelum keluar, aku harus pastikan semua
ga ada yang tertinggal, karena akan susah lagi masuk ke dalam. Lalu aku
langsung berjalan mengelilingi ruko ini ke arah belakang, sambil nengok kanan
kiri, cari warung makanan yang udah buka. Karena aku lapar sangat. Dan juga
mencari toko penjual plug in listik. Ternyata belum ada yang buka. Dan aku
terus menerus memikirkan bis ke Genting. Homestay yang aku cari ga susah
ditemukan. Setelah dapat uangnya dan langsung lari ke jalan raya. Menurut si
receptionist, di terminal Malaka Sentral pasti ada yang jual. Aku menunggu bis
di seberang ruko, di depan Taming Sari Tower. Berdiri disitu pukul 8 pagi
rasanya koq panas banget ya. Ada seorang secuirty staff yang mendekati dan
mengajak ngobrol. Dia tahu dan ga kaget aku jawab asal ku dari Jakarta. Karena
menurutnya, hampir tiap weekend, Malaka penuh dengan pelancong asal Indonesia.
“Berapa orang melancong? Satu orang?”..sendiri maksud dia, sesuai bahasa
Melayu..”Iya, satu orang”, jawabku. “Wah, tak takut? Ada kawan lain duduk
sini?”..maksudnya ada teman di sini. “Iya, ada beberapa kawan di Kuala Lumpur,
saya nak jumpa mereka selepas ini”.
Setelah menunggu lebih dari setengah jam, aku mulai kalap.
Ini ga ada satu pun bis yang lewat. Bapak itu pun menyarankan untuk naik taksi
aja, karena menurutnya pagi-pagi memang bis Panorama warna merah itu lama
sekali lewatnya. Setelah tawar-menawar, jadilah kena charge 35 ringgit. Mahal
memang, tapi mau bagaimana lagi. Cukup cepat bisa sampai terminal, hanya 15
menit. Begitu sampai, langsung ke konter penjualan tiket. Yang penting dapat
tiket dulu. Harga tiket 40 ringgit, perjalanan 4 jam. Lama juga ya. Harus cari
makan dulu sebelum jalan. Ga lama aku lihat ada rumah makan masakan Indonesia
ala prasmanan. Setelah pilih makanan dan pesan jeruk panas, aku bayar.
Berhubung jeruk panas baru mau dibikin, sambil nunggu aku harus cari penjual
plug in listrik. Untunglah langsung ketemu tokonya. Harga 8 ringgit. Dan
kembali ke warung makan, jleb..langsung aku menumpang charge. Ga sempat charga
lama-lama, cuma sekitar 40 menit. Harus kembali lagi ke konter tiket bis. Udah
pukul 9.45. Ternyata bis belum siap. Sambil menunggu dipanggil, mau melanjutkan
charge, ternyata ga ada tempat charge yang tersedia.
Mau ga mau smartphone
ku tetap ga bisa menyala. Khawatir dan bingung bagaimana menghubungi
teman-temanku, aku tanya ke konter, apa di dalam bis disediakan tempat untuk
chare di cabin di atas seat penumpang, ternyata ga ada. Tapi bisa menumpang
charge ke supir bis. Begitu bis jalan, langsung aku minta ijin untuk charge smartphone
ku sebelum didahului penumpang lain.
Semua seat bis hampir terisi, hanya beberapa bangku di
bagian belakang yang sisa. Seating nya luas. Tiap penumpang duduk sesuai nomor
seat di tiket. Jadi aku ga bisa duduk di depan untuk mengawasi smartphone.
Sekitar 2 jam perjalanan bis berhenti, bukan di rest area semacam di pulau
Jawa, tapi hanya di toilet umum di pinggir jalan raya yang besarnya mirip jalan
tol Jagorawi. Cuma berhenti selama 15 menit. Perjalanan lanjut menuju Genting
Highland. Jalan mulai mendaki. Mulai banyak pohon rindang di kanan kiri jalan.
Tapi gambaran jalur menuju Genting bukan seperti puncak di Bogor, walaupun pohon banyak, tapi
vegetasinya masih lebih lebat di puncak. Jalur ke Genting itu cenderung sepi.
Ga ada toko-toko, restoran dan lain-lainnya di sepanjang jalan. Hiburanku yang
paling utama adalah membaca rambu-rambu lalu lintas atau tanda –tanda tempat,
yang kalau dibaca dan dipahami oleh orang Indonesia jadi lucu kedengarannya.
Dalam perjalanan aku melihat beberapa resort area yang kalau
dari jalan raya ga terlihat, hanya gerbang dan tandanya aja. Lalu ada proyek
pembangunan gedung.
Lalu, begitu terlihat sebuah gedung yang besar, aku
perkirakan itu yang namanya World Resort Hotel Genting Highland. Tapi aku
sedikit bingung juga, karena ada hotel lain juga disana. Entah yang mana yang
benar. Ga lama cable car mulai terlihat. Ada beberapa orang turun di tempat
pemberhentian ini. Tapi katanya ini bukan tempat pemberhentian terakhir. Jadi
aku putuskan untuk lanjut lagi. Dan sampailah di tempat pemberhentian terakhir
yang mirip dengan tempat parkir bis besar. Banyak bis-bis berjejer disini. Aku
bingung ini dimana. Aku tanya orang, ternyata tempat pemberhentian ke Cable Car
itu di tempat yang sebelumnya. Harusnya aku turun disitu. Jadi aku harus ke
World Resort Hotel. Aku tanya juga bis menuju ke Kuala Lumpur, karena ada
beberapa loket tiket bis. Ternyata ga ada bis ke Kuala Lumpur dari situ. Jadi
aku harus naik Cable Car untuk turun dulu, baru bisa dapat bis ke Kuala Lumpur.
Tambah bingung lagi aku, turun kemana. Jadi aku ikuti orang-orang aja yang mau
ke World Resort Hotel. Ada bis shuttle gratis.
Perjalanan dengan Shuttle bis cuma 10 menit. Dan kita tiba
di lantai dasar yang di depan pintu masuk Mall atau Hotel ini. Begitu masuk aku
tanya petugas dimana bisa naik Cable Car. Aku disuruh untuk lain terus ke
lantai 5. Haaa..jauhnya. Kenapa malah harus naik? Padahal aku mau turun. Naik,
dan naik terus escalator sambil cuci mata. Mampir ke kedai teh Cina. Lalu ke
toko roti yang penuh. Setelah terus menerus tanya petugas, dan terakhir adalah
security di depan Casino, melewati bioskop, akhirnya sampai di loket tiket
Cable Car. Letaknya di tengah-tengah ruang dalam mall. Aku tanpa tanya beli
tiket round trip alias bolak-balok, harga 12 ringgit. Aku naik, melewati
perbukitan yang merupakan hutan lebat. Tapi udara ga terlalu dingin, hanyak
sejuk aja. Oh iya, sejuk itu untuk orang Malaysia artinya dingin loh. Setelah
sampai di terminal satunya, petugas cek tiket, jadi aku dibalikan lagi ke
terminal awal. Begitu sampai terminal awal aku tanya, dimana tempat naik bis ke
Kuala Lumpur. Ternyata aku harus turun ke terminal di bawah, jadi aku harus beli tiket lagi untuk turun.
Astaga, jadi maksudnya petugas tadi kalau naik bis ke Kuala Lumpur harus turun
itu maksudnya di terminal Cable Car yang bawah.
Jadilah aku beli tiket lagi, tapi one way.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar