 |
Bis pariwisata Malaka yang menaikkan dan menurunkan penumpang di depan persis Taming Sari |
Setelah
mandi dan sholat, aku keluar untuk cari makan. Saat itu sudah pukul 14.00, perut udah lapar berat, karena udah waktunya makan siang. Sekalian
explore Malaka. Cuaca panas memang, tapi tujuan utama kan memang ingin
jalan-jalan. Jadi dengan bermodal topi, tanpa sunblock, berhubung kuota benda
cair yang 100 ml untuk masuk cabin udah diambil oleh sampo dan splash cologne,
aku tetap memaksakan diri keluar.
 |
Taming Sari Tower dengan salah satu moda wisata yang ditawarkan |
 |
Taming Sari Tower dari dekat
|
Karena objek yang paling dekat dari homestay, tinggal
menyeberang jalan adalah Taming Sari Tower, maka aku putuskan untuk naik dulu.
Taming Sari Tower ini berupa menara setinggi 80 m dengan tempat duduk berkaca, dan
membawa pengunjung naik berputar sampai ke atas. Harga tiket 20 ringgit untuk
dewasa dan 10 ringgit. Dari atas menara kita bisa melihat kota Melaka yang
berupa kota pinggir pantai dengan laut udah terlihat jelas dari segala sisi
karena berputar 360 derajat. Berputar dengan pelan sehingga kita ga merasa pusing. Dan sayangnya benar-benar terlihat panas karena
penghijauan kurang. Tampilan kota dagang dan industri. Namun bersih dan
teratur.
Di
sebelah Taming Sari Tower, ada konter penjual souvenir dan tempat foto. Sebelum
masuk ke jalur menuju pintu masuk menara kita akan difoto. Terserah kita mau
beli foto tersebut atau ga, ga ada paksaan.
Dari
Taming Sari Tower aku lanjutkan jalan kaki menuju area komplek Stadhuys dan
Christ Church Kota Malaka. Ga jauh, mungkin hanya sekitar 350-400 m, seperti
yang aku lihat tadi dari dalam bis. Di sepanjang jalan ada 2 objek yang menarik
untuk dilihat, sebuah monumen berupa perahu kayu yang ternyata museum
maritim.
 |
Museum Maritim |
 |
Pusat oleh-oleh di seberang Museum Maritim |
Dan sebuah gedung tua yang sebagian terbuat dari kayu di sisi kiri, tipikal
gedung bergaya kolonial jaman dulu berwarna coklat tua, yang merupakan gedung museum
departmen bea cukai. Dan di sebelah kanan ada gedung tua departmen lain yang berwarna abu-bau Keduanya berada di pinggir sungai. Aku ga masuk ke dalam
museum karena ingin melihat ke komplek sekitar Stadhuys dan ingin mencari makan
dulu. Walaupun di samping kanan komplek ruko ada komplek pertokoan kecil yang
berupa warung-warung makanan dan toko souvenir, aku lebih memilih ke Jongker
Street yang terkenal itu. Aku jalan berputar meninggalkan jalan utama, melewati
pedistrian sepanjang sungai, area di belakang gedung deparment pemerintahan abu-abu tersebut. Lewat
sepanjang sungai, aku melihat beberapa bangunan hotel di sisi seberang. Lanjut
terus, dan sampai dekat jembatan, ada sebuah kincir atau pintu air besar. Lalu
aku menyebrang jalan.
 |
Museum Department Bea Cukai |
 |
Pedistrian di area belakang museum departmen bea cukai |
 |
Hotel Casa del Rion, salah satu hotel 5* di Malaka |
Ga
lama duduk menikmati minuman, berlanjut ke arah kanan, melewati jembatan
menyebrang sungai. Pas tepat sisi jalan setelah menyebrang jembatan (di sisi
kiri sungai) ada Hard Rock Cafe. Lanjut
menyusuri jalan Jongker yang unik, penuh dengan warung-warung makanan bergaya
peranakan Cina, toko-toko baju, souvenir, hostel, homestay. Mirip jalanan di
sekitar Legian, namun dengan nuansa yang beda. Setelah berjalan jauh, hampir
sampai ke ujung, keluar masuk cafe dan restoran kecil melihat-lihat menu, maka
diputuskan makan di sebuah rumah makan bergaya Cina jaman dulu yang menjual
berbagai macam mie dan bakso. Harga semangkok mie bakso ikan 7,5 ringgit.
 |
Jongker Street menghadap Stadhuys melewati jembata. Tepat di sebelah kiri jalan adalah Hard Rock Cafe |
 |
Gerbang Jongker Street |
 |
Deretan pertokoan |
 |
Deretan pertokoan dan rumah makan |
 |
Restoran yang menyediakan Wine dan makanan Eropa lainnya, |
Setelah
makan mie bakso ikan, lanjut explore Jongker Street. Masuk ke sebuah area yang
bernuansa taman Cina, dengan sebuah patung Mr Malaka di tengahnya. Tamannya ga besar. Jadi ga berlama-lama
disitu. Lanjut keluar masuk gang-gang, belok kanan kiri. Sampai di sisi sungai
lagi, yang pas di seberang tempat tadi aku makan es kacang merah. Di samping
Hard Rock Cafe. Melihat perahu river cruise lewat, jadi tertarik untuk naik.
Ternyata ga bisa naik sembarangan, harus ke loket dulu untuk beli tiket.
 |
Taman Warisan Dunia Jonker Walk |
Lanjut keluar masuk gang-gang, belok kanan kiri. Sampai di sisi sungai lagi, yang pas di seberang tempat tadi aku makan es kacang merah. Di samping Hard Rock Cafe. Melihat perahu river cruise lewat, jadi tertarik untuk naik. Ternyata ga bisa naik sembarangan, harus ke loket dulu untuk beli tiket.
 |
River Cruise |
 |
Pedistrian Sungai Malaka |
 |
Jembatan Sungai Malaka antara Jonker Street dan Stadhuys. Di sisi kiri Hard Rock Cafe |
Dan
tempat naik dan turun pun ga berjauhan dari loket. Letak loket itu pas dibelakang gedung
tua berwarna coklat tua yang yang artinya tepat di belakang Museum Maritim. Saat itu udah pukul 5 sore.
Jalan kaki ga panas, jadi ga ada yang menahan aku untuk ga jalan kaki ke loket.
Harga tiket 15 ringgit, untuk perjalanan sekitar 45 menit. Sepanjang perjalanan
bisa melihat tata kota Malaka yang indah, dengan kanan kiri sungai banyak
terdapat cafe atau restauran di mana pengunjung bisa duduk untuk makan di
pinggirnya, ada hotel juga, ada sebuah desa traditional yang masih dirawat dan
juga beberapa gedung tinggi. Karena
menjelang matahari tenggelam, lampu-lampu mulai dinyalakan, menambah suasana
romantis kota Malaka.
 |
Museum Cheng Ho di samping kiri Hard Rock Cafe |
 |
Dermaga River Cruise, tenda biru pintu keberangkatan di ujung dan dermaga kedatangan disebelah sini |
 |
Menyusuri sungai menjelang malam |
Kembali
ke homestay udah pukul 19.30. Ketika mau masuk, pintu terkunci, di-bell ga ada
yang menjawab. Akhirnya aku telepon ke nomor homestay. Yang menerima telepon sedang berada di homestay yang lain di sekitar ruko itu juga. Tapi ga tahu yang mana. Dan ternyata ga ada seorang
pun di reception. Aku hanya diinfo nomor kode yang harus ditekan untuk bisa masuk.
Masing-masing tamu yang menginap dapat nomor kode pintu yang berbeda. Jadi aku
harus mengingat nomor kode ku.
Begitu
masuk kamar dan selesai mandi, aku baru sadar smartphone ku habis batterai nya.
Power Bank rusak, dan ga bisa charge melalui plug in listrik, karena aku lupa bawa plug in dengan
2 lobang, sedangkan charger smartphone ku dengan 3 stick. Walhasil ga bisa
berhubungan dengan teman-teman, dan sialnya ga ada siapapun di dalam homestay.
Sepi total, cuma aku sendiri. Sepertinya rombongan backpacker asal Jerman yang
check out tadi siang adalah tamu terakhir selain aku. Mau keluar homestay untuk
cari penjual plug in
dengan 2 stick, aku lupa nomor kode pintu. Jadilah merana sendirian dalam
homestay ruko semalaman. Tanpa tv, tanpa internet, tanpa AC, hanya ada fan.
Sambil meratap duduk sendirian di sofa ruang reception, aku menatap keluar
jendela yang mengarah ke jalanan dan Taming Sari Tower. Malaka bena-benar kota
kecil atau karena aku datang di hari kerja, karena suasananya begitu sepi. Akhirnya
kembali ke kamar ga berjendela. Berharap ga bangun kesiangan karena harus
mengejar bis ke Genting Highland.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar