Rabu, 16 September 2015

Solo Backpacking Ke Malaysia Bagian 2 (Explore Kota Malaka)

bis-wisata-taming-sari-malaka
Bis pariwisata Malaka yang menaikkan dan menurunkan penumpang di depan persis Taming Sari
Setelah mandi dan sholat, aku keluar untuk cari makan. Saat itu sudah pukul 14.00, perut udah lapar berat, karena udah waktunya makan siang. Sekalian explore Malaka. Cuaca panas memang, tapi tujuan utama kan memang ingin jalan-jalan. Jadi dengan bermodal topi, tanpa sunblock, berhubung kuota benda cair yang 100 ml untuk masuk cabin udah diambil oleh sampo dan splash cologne, aku tetap memaksakan diri keluar. 

menara-taming-sari-malaka-malaysia
Taming Sari Tower dengan salah satu moda wisata yang ditawarkan
taming-sari-tower-bagian-dalam-malaka
Taming Sari Tower dari dekat

Karena objek yang paling dekat dari homestay, tinggal menyeberang jalan adalah Taming Sari Tower, maka aku putuskan untuk naik dulu. Taming Sari Tower ini berupa menara  setinggi 80 m dengan tempat duduk berkaca, dan membawa pengunjung naik berputar sampai ke atas. Harga tiket 20 ringgit untuk dewasa dan 10 ringgit. Dari atas menara kita bisa melihat kota Melaka yang berupa kota pinggir pantai dengan laut udah terlihat jelas dari segala sisi karena berputar 360 derajat. Berputar dengan pelan sehingga kita ga merasa pusing. Dan sayangnya benar-benar terlihat panas karena penghijauan kurang. Tampilan kota dagang dan industri. Namun bersih dan teratur.
pemandangan-kota-malaka-dari-atas

Di sebelah Taming Sari Tower, ada konter penjual souvenir dan tempat foto. Sebelum masuk ke jalur menuju pintu masuk menara kita akan difoto. Terserah kita mau beli foto tersebut atau ga, ga ada paksaan.
Dari Taming Sari Tower aku lanjutkan jalan kaki menuju area komplek Stadhuys dan Christ Church Kota Malaka. Ga jauh, mungkin hanya sekitar 350-400 m, seperti yang aku lihat tadi dari dalam bis. Di sepanjang jalan ada 2 objek yang menarik untuk dilihat, sebuah monumen berupa perahu kayu yang ternyata museum
maritim.
Museum Maritim

Pusat oleh-oleh di seberang Museum Maritim
Dan sebuah gedung tua yang sebagian terbuat dari kayu di sisi kiri, tipikal gedung bergaya kolonial jaman dulu berwarna  coklat tua, yang merupakan gedung museum departmen bea cukai. Dan di sebelah kanan ada gedung tua departmen lain yang berwarna abu-bau Keduanya berada di pinggir sungai. Aku ga masuk ke dalam museum karena ingin melihat ke komplek sekitar Stadhuys dan ingin mencari makan dulu. Walaupun di samping kanan komplek ruko ada komplek pertokoan kecil yang berupa warung-warung makanan dan toko souvenir, aku lebih memilih ke Jongker Street yang terkenal itu. Aku jalan berputar meninggalkan jalan utama, melewati pedistrian sepanjang sungai, area di belakang gedung deparment pemerintahan abu-abu tersebut. Lewat sepanjang sungai, aku melihat beberapa bangunan hotel di sisi seberang. Lanjut terus, dan sampai dekat jembatan, ada sebuah kincir atau pintu air besar. Lalu aku menyebrang jalan.
museum-department-custom-malaka
Museum Department Bea Cukai



sisi-sungai-malaka
Pedistrian di area belakang museum departmen bea cukai

hotel-bintang-lima-malaka
Hotel Casa del Rion, salah satu hotel 5* di Malaka
Begitu sampai di depan Stadhuys dan Christ Church Malaka yang berada di sisi kanan, mataku malah tertuju ke penjual dengan konternya disebarang jalan yang berada pinggir sungai. Foto-foto sebentar, melihat deretan penjual souvenir, dan becak-becak berhiasa, langsung menyebrang. Ternyata 2 konter ini menjual minuman berbagai jenis, seperti es kacang merah, es jagung dan lainnya. Aku pesan satu es kacang merah. Harga per mangkok cuma 6,5 ringgit. Di daftar mnimuman, memang harga berkisar 5,5 – 7 ringgit.
stadhuys-kota-tua-malaka
Stadhuys di sisi kanan

st-patrick-kota-malaka
Christ Chruch Kota Malaka di tengah

kedai-es-kota-malaka
Menikmati es kacang merah di kedai

kincir-pintau-air-malaka
Pintu Air sungai Malaka

Bus Shelter
Ga lama duduk menikmati minuman, berlanjut ke arah kanan, melewati jembatan menyebrang sungai. Pas tepat sisi jalan setelah menyebrang jembatan (di sisi kiri sungai) ada Hard Rock Cafe.  Lanjut menyusuri jalan Jongker yang unik, penuh dengan warung-warung makanan bergaya peranakan Cina, toko-toko baju, souvenir, hostel, homestay. Mirip jalanan di sekitar Legian, namun dengan nuansa yang beda. Setelah berjalan jauh, hampir sampai ke ujung, keluar masuk cafe dan restoran kecil melihat-lihat menu, maka diputuskan makan di sebuah rumah makan bergaya Cina jaman dulu yang menjual berbagai macam mie dan bakso. Harga semangkok mie bakso ikan 7,5 ringgit.

jongker-street-malaka
Jongker Street menghadap Stadhuys melewati jembata. Tepat di sebelah kiri jalan adalah Hard Rock Cafe
gerbang-jongker-street-kota-tua-malaka
Gerbang Jongker Street

Deretan pertokoan

Deretan pertokoan dan rumah makan

deretan-cafe-jongker-street-malaka
Restoran yang menyediakan Wine dan makanan Eropa lainnya,
Setelah makan mie bakso ikan, lanjut explore Jongker Street. Masuk ke sebuah area yang bernuansa taman Cina, dengan sebuah patung Mr Malaka di tengahnya. Tamannya ga besar. Jadi ga berlama-lama disitu. Lanjut keluar masuk gang-gang, belok kanan kiri. Sampai di sisi sungai lagi, yang pas di seberang tempat tadi aku makan es kacang merah. Di samping Hard Rock Cafe. Melihat perahu river cruise lewat, jadi tertarik untuk naik. Ternyata ga bisa naik sembarangan, harus ke loket dulu untuk beli tiket.


jonker-wall-monument-malaka
Taman Warisan Dunia Jonker Walk
jonker-walk-monument

monument-mister-malaka




Lanjut keluar masuk gang-gang, belok kanan kiri. Sampai di sisi sungai lagi, yang pas di seberang tempat tadi aku makan es kacang merah. Di samping Hard Rock Cafe. Melihat perahu river cruise lewat, jadi tertarik untuk naik. Ternyata ga bisa naik sembarangan, harus ke loket dulu untuk beli tiket.
river-cruise-sungai-malaka
River Cruise
jalan-pinggir-sungai-malaka
Pedistrian Sungai Malaka
malaka-river-bridget-malayasia
Jembatan Sungai Malaka antara Jonker Street dan Stadhuys. Di sisi kiri Hard Rock Cafe
Dan tempat naik dan turun pun ga berjauhan dari loket. Letak loket itu pas dibelakang gedung tua berwarna coklat tua yang yang artinya tepat di belakang Museum Maritim. Saat itu udah pukul 5 sore. Jalan kaki ga panas, jadi ga ada yang menahan aku untuk ga jalan kaki ke loket. Harga tiket 15 ringgit, untuk perjalanan sekitar 45 menit. Sepanjang perjalanan bisa melihat tata kota Malaka yang indah, dengan kanan kiri sungai banyak terdapat cafe atau restauran di mana pengunjung bisa duduk untuk makan di pinggirnya, ada hotel juga, ada sebuah desa traditional yang masih dirawat dan juga beberapa gedung tinggi.  Karena menjelang matahari tenggelam, lampu-lampu mulai dinyalakan, menambah suasana romantis kota Malaka.
museum-cheng-ho-malaka
Museum Cheng Ho di samping kiri Hard Rock Cafe
Dermaga River Cruise, tenda biru pintu keberangkatan di ujung dan dermaga kedatangan disebelah sini

Menyusuri sungai menjelang malam
Kembali ke homestay udah pukul 19.30. Ketika mau masuk, pintu terkunci, di-bell ga ada yang menjawab. Akhirnya aku telepon ke nomor homestay. Yang menerima telepon sedang berada di homestay yang lain di sekitar ruko itu juga. Tapi ga tahu yang mana. Dan ternyata ga ada seorang pun di reception. Aku hanya diinfo nomor kode yang harus ditekan untuk bisa masuk. Masing-masing tamu yang menginap dapat nomor kode pintu yang berbeda. Jadi aku harus mengingat nomor kode ku.

Begitu masuk kamar dan selesai mandi, aku baru sadar smartphone ku habis batterai nya. Power Bank rusak, dan ga bisa charge melalui plug in listrik, karena aku lupa bawa plug in dengan 2 lobang, sedangkan charger smartphone ku dengan 3 stick. Walhasil ga bisa berhubungan dengan teman-teman, dan sialnya ga ada siapapun di dalam homestay. Sepi total, cuma aku sendiri. Sepertinya rombongan backpacker asal Jerman yang check out tadi siang adalah tamu terakhir selain aku. Mau keluar homestay untuk cari penjual plug in dengan 2 stick, aku lupa nomor kode pintu. Jadilah merana sendirian dalam homestay ruko semalaman. Tanpa tv, tanpa internet, tanpa AC, hanya ada fan. Sambil meratap duduk sendirian di sofa ruang reception, aku menatap keluar jendela yang mengarah ke jalanan dan Taming Sari Tower. Malaka bena-benar kota kecil atau karena aku datang di hari kerja, karena suasananya begitu sepi. Akhirnya kembali ke kamar ga berjendela. Berharap ga bangun kesiangan karena harus mengejar bis ke Genting Highland. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar